Sebanyak 5 dari 11 pembangkit listrik di Jawa dan Bali beroperasi melebihi batas usia operasional. Sedangkan lainnya rata-rata sudah beroperasi selama 22,47 tahun. Akibatnya, kondisi pembangkit listrik saat ini rawan dengan kerusakan akibat penurunan fungsi.
Hal itu membuat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menggunakan metode pemeriksaan Remaining Life Assessment (RLA) untuk memprediksi dan mendeteksi kondisi keandalan komponen pembangkit listrik.
"Pemeliharan bergantung pada kondisi peralatan, bukan jam operasional berapa lama itu dilakukan. Pemeriksaan dan kompetensi assessment peralatan tersebut untuk memprediksi berapa lama alat itu bisa dioperasikan," ujar Direktur Utama PLN Nur Pamudji di Jakarta, Senin (2/7/2012).
General Manager PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pelayanan Pemeliharaan Wilayah Barat Bambang Anggono menjelaskan, standar operasional pembangkit listrik adalah 100% dari masa umur desain. Akan tetapi, dia mengakui, beberapa pembangkit listrik yang dikelola PJB telah beroperasional melebihi 100% masa umur desain. Terutama pembangkit listrik tenaga air yang merupakan peninggalan zaman Belanda.
Berdasarkan data PT PJB, rata-rata umur pembangkit listrik yang mereka kelola adalah 22,47 tahun (92,9%) umur desain untuk termal dan 47,79% (119,46%) untuk tenaga air. PLTU Muara Karang merupakan salah satu pembangkit listrik yang telah melebihi masa umur desain, yakni 128%. Padahal masa umur desainnya hanya 25 tahun sejak dibangun pada 1979. Hanya saja, lanjut Bambang, hingga 2011 PLTU Muara Karang terus beroperasi.
Untuk mengantisipasi kerusakan, imbuh Bambang, PJB melakukan pemeriksaan RLA untuk merekomendasikan opsi penggantian total, penggantian sebagian, atau perpanjangan masa operasi. "Muara karang penggantian sebagian karena sudah di atas 100%. Turbin masih ada, boilernya diganti semua," ujarnya.
Hal yang sama juga dilakukan di PLTG Gresik yang umur pembangkitnya mencapai 220% tahun sejak dibangun pada 1978. "Kamilakukan kajian lagi, diputuskan apakah diganti total atau sebagian. Misalnya di Gresik komponen kontrolnya yang kami," pungkasnya.
Hal itu membuat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menggunakan metode pemeriksaan Remaining Life Assessment (RLA) untuk memprediksi dan mendeteksi kondisi keandalan komponen pembangkit listrik.
"Pemeliharan bergantung pada kondisi peralatan, bukan jam operasional berapa lama itu dilakukan. Pemeriksaan dan kompetensi assessment peralatan tersebut untuk memprediksi berapa lama alat itu bisa dioperasikan," ujar Direktur Utama PLN Nur Pamudji di Jakarta, Senin (2/7/2012).
General Manager PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pelayanan Pemeliharaan Wilayah Barat Bambang Anggono menjelaskan, standar operasional pembangkit listrik adalah 100% dari masa umur desain. Akan tetapi, dia mengakui, beberapa pembangkit listrik yang dikelola PJB telah beroperasional melebihi 100% masa umur desain. Terutama pembangkit listrik tenaga air yang merupakan peninggalan zaman Belanda.
Berdasarkan data PT PJB, rata-rata umur pembangkit listrik yang mereka kelola adalah 22,47 tahun (92,9%) umur desain untuk termal dan 47,79% (119,46%) untuk tenaga air. PLTU Muara Karang merupakan salah satu pembangkit listrik yang telah melebihi masa umur desain, yakni 128%. Padahal masa umur desainnya hanya 25 tahun sejak dibangun pada 1979. Hanya saja, lanjut Bambang, hingga 2011 PLTU Muara Karang terus beroperasi.
Untuk mengantisipasi kerusakan, imbuh Bambang, PJB melakukan pemeriksaan RLA untuk merekomendasikan opsi penggantian total, penggantian sebagian, atau perpanjangan masa operasi. "Muara karang penggantian sebagian karena sudah di atas 100%. Turbin masih ada, boilernya diganti semua," ujarnya.
Hal yang sama juga dilakukan di PLTG Gresik yang umur pembangkitnya mencapai 220% tahun sejak dibangun pada 1978. "Kamilakukan kajian lagi, diputuskan apakah diganti total atau sebagian. Misalnya di Gresik komponen kontrolnya yang kami," pungkasnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !